Era Baru Kesadaran Kesehatan Mental di Indonesia

Foto Bersama Guinness World Record - Worlds Largest Mental Health Lesson.


JAKARTA Emotional Health For All (EHFA) bersama Black Dog Institute dan Yayasan Kesehatan Umum Kristen (YAKKUM) telah sukses menyelenggarakan Indonesia Mental Health & Suicide Prevention Movement: It Starts and Ends With Us di The Kasablanka Hall, Mall Kota Kasablanka Lantai 3 pada Sabtu, 29 Oktober 2022.

Indonesia Mental Health & Suicide Prevention Movement dihadiri oleh 1.240 peserta secara online dan 691 peserta secara offline. Acara ini bertujuan untuk membuka lembaran baru terkait kesadaran kesehatan mental di Indonesia, membentuk masyarakat yang lebih peduli dengan kesehatan mental, dan menghapuskan stigma negatif terkait masalah kesehatan mental.

Dengan adanya kehadiran 1.240 peserta secara online, Indonesia Mental Health & Suicide Prevention Movement: It Starts and Ends With Us berhasil memecahkan Guinness World Record untuk kategori World’s Largest Mental Health Lesson. Pemecahan rekor ini adalah langkah menuju era baru kesadaran mental di Indonesia, yang diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk lebih memahami kesehatan mental diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya.

Acara ini dihadiri oleh tokoh agama, tenaga profesional kesehatan mental, dan public figure. Mereka adalah KH Sholahudin Al-Aiyub – Majelis Ulama Indonesia, Hj. Sinta Nuriyah Wahid

– Nahdlatul Ulama, Romo Paulus Christian Siswantoko – Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Pdt. Jacklevyn Frits Manuputty – Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), I Wayan Sianto – Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), drg. I Nyoman Suarthanu – Parisada Hindu Dharma Indonesia, Dr. dr. Irmansyah, Sp.KJ (K) – Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kementerian Kesehatan, dr. Ashra Vina Daswin – WHO Indonesia, Peni Rahaju – Ketua Pengurus YAKKUM, Dr. Sandersan Onie – Black Dog Institute Australia, Dr. Bahrul Fuad, MA – Disability Advisor Pusat Rehabilitasi YAKKUM, Dr. R.A. Retno Kumolohadi, S.Psi., M.Si., Psikolog – Ketua Umum IPK Indonesia, Dr. Andik Matulessy, M.Si., Psikolog – Ketua Umum HIMPSI, drg. Jessica F. Nilam – Founder Emotional Health For All (EHFA), Mona Ratuliu – aktris, penulis buku, Founder Parenting.id, Greysia Polii – peraih medali emas Olimpiade Tokyo 2020, dan Annelia Sari Sani – Ikatan Psikologi Klinis.

Di acara ini, pembacaan Deklarasi Lombok menjadi tanda pembukaan acara yang menekankan bahwa kesehatan mental adalah usaha yang harus dicapai bersama-sama, tanpa memandang latar belakang apapun. Deklarasi Lombok dibacakan oleh para perwakilan agama sebagai bentuk dukungan agama di Indonesia untuk mencapai kesehatan mental masyarakat Indonesia dengan penuh kasih. Salah satu poin penting dari Deklarasi Lombok adalah janji dari seluruh lapisan masyarakat untuk memperlakukan masalah kesehatan mental dengan cara yang nondiskriminatif, noneksploitatif, dan tanpa kejahatan.

Setelah pembacaan Deklarasi Lombok, para pemuka agama dan tenaga professional kesehatan mental menandatangani Deklarasi Religio-Mental Health sebagai bentuk komitmen agama-agama di Indonesia untuk mendorong kesehatan mental masyarakat serta langkah awal untuk mengubah stigma negatif terhadap masalah kesehatan mental. Deklarasi ini juga merupakan bentuk inisiatif dan dukungan para pemuka agama untuk mengedukasi masyarakat mengenai kesehatan mental melalui sudut pandang agama. Stigma negatif permasalahan kesehatan mental dari sudut pandang agama juga diharapkan akan berkurang bahkan hilang setelah Deklarasi Religio-Mental Health ini ditandatangani oleh perwakilan agama-agama di Indonesia.

Masalah kesehatan mental sebenarnya juga menjadi masalah yang cukup besar di dunia. Dr. Ashra Daswin, perwakilan dari World Health Organization, mengatakan bahwa 1 dari 8 orang di dunia mengalami masalah kesehatan mental. Dr. Ashra Daswin berpendapat bahwa penanganan masalah kesehatan mental dapat dilakukan dengan tiga hal. Pertama, menyadari apa yang kita rasakan dan apa yang mungkin orang lain rasakan. Dengan tertanamnya kepedulian dalam diri, masyarakat akan lebih mudah memahami perasaannya.Setelah masyarakat peduli dan sadar akan kesehatan mental, langkah kedua adalah mulai mencari bantuan untuk mendapatkan pertolongan yang dibutuhkan, baik dari orang terdekat maupun tenaga profesional. Yang ketiga, masalah kesehatan mental akan menjadi masalah yang normal jika masyarakat secara terbuka membicarakan perasaannya.

Dr. Sandy, sapaan untuk Dr. Sandersan Onie, memaparkan bahwa jumlah angka bunuh diri di Indonesia ternyata 4 kali lebih besar dari yang dilaporkan. Berdasarkan data ini, terdapat beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk menuju Indonesia yang sehat mental menurut

Dr. Sandy. Pertama, berhenti memercayai mitos mengenai kesehatan mental. Dr. Sandy mengatakan bahwa masalah kesehatan mental di Indonesia masih terhambat karena masih ada masyarakat yang melihat orang dengan masalah kesehatan mental sebagai kesurupan dan akibat dari kurangnya iman. Padahal, masalah kesehatan mental tidak melihat latar belakang apapun. Selanjutnya, memutus isu lintas generasi yang berkaitan dengan kesehatan mental. Contohnya, jika berasal dari keluarga yang rentan akan masalah kesehatan mental, perlu adanya penyelesaian masalah dengan cara meminta pertolongan dari tenaga profesional. Terakhir, Dr. Sandy mengajak masyarakat untuk mengakhiri rasa kesepian. Data yang dipaparkan oleh Dr. Sandy menunjukkan bahwa 70% pelaku bunuh diri adalah lansia akibat rasa kesepian. Dengan demikian, Dr. Sandy dan Dr. Ashra mendorong masyarakat untuk saling menyayangi dan saling ada untuk menciptakan era baru kesehatan mental di Indonesia.

Dalam acara ini, ada juga talk show dengan beberapa pembicara dan tenaga professional mengenai pentingnya dukungan dari lingkungan sosial untuk membentuk pribadi serta lingkungan yang sehat mental. Dalam sesi talk show, Greysia Polii dan Ps. Gea Denanda bercerita mengenai perjalanan persahabatan mereka yang telah melewati kondisi naik dan turun. Ps. Gea Denanda dan Greysia Polii menekankan bahwa dalam kehidupan masing-masing, mereka melewati banyak situasi yang gelap dan tidak menyenangkan, tetapi mereka saling ada dan selalu mendukung untuk berusaha keluar dari masa-masa tersebut. Dalam hal ini, peer support menjadi hal penting untuk membantu mengatasi masalah kesehatan mental.

Mona Ratuliu juga membagikan pengalamannya dalam membangun keluarga yang aware dan terbuka mengenai masalah kesehatan mental. Mona mengatakan bahwa ia pernah merasa bingung dalam menghadapi masalah kesehatan mental yang terjadi dalam keluarganya. Namun, keluarga harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi semua anggota untuk merasakan sesuatu. Baginya, dukungan dari keluarga adalah hal penting dalam perjalanan seseorang terkait menyelesaikan masalah kesehatan mental. Annelia Sari Sani menambahkan bahwa lingkungan keluarga dan pertemanan yang sehat akan berkontribusi besar bagi kesehatan mental individu.



#GresikBaik
#infogresik
#Gusfik

Baca juga

Posting Komentar