Emiten Kakap Waspada! Ini 5 Klaster Baru 'Raksasa' Digital RI


Perusahaan besar teknologi di Indonesia masih berpotensi tumbuh secara anorganik dengan melakukan merger maupun akuisisi untuk melengkapi ekosistem bisnis mereka. Keberadaan mereka bisa menjadi pesaing bagi emiten kakap di pasar modal tanah air.

Hal itu terungkap dalam riset terbaru PT Syailendra Capital bertajuk Syailendra Market Insight periode 24 September.

Saat ini setidaknya ada lima perusahaan besar teknologi di Tanah Air, yakni GoTo, Sea Grup, Grab, Emtek, dan Grup Djarum.

Lima grup ini terus melengkapi ekosistem bisnis digital sebagai new economy yang terdiri dari 6 lini bisnis utama, yakni e-commerce, financial, streaming, logistik, food delivery dan fresh product

Dari kelima grup tersebut, hanya GoTo grup yang sudah memenuhi semuanya. Misalnya, untuk e-commerce mereka memiliki Tokopedia, Bank Jago di bisnis finansial, Go-Play di bisnis streaming.

Go-Send dan Anteraja untuk logistik, Go-Food di bisnis pengantaran makanan dan Hypermart, yang dikelola emiten Grup Lippo, PT Matahari Putra Prima Tbk (MPAA), untuk fresh product.

Sementara itu, Sea Grup asal Singapura, saat ini sudah memiliki Shopee, Seabank, Shopee Express dan Shopee Food. Mereka belum memiliki bisnis streming dan fresh product.Grab Group dari Singapura saat ini juga sudah memiliki OVO, Grab Express, dan Grab Food. Mereka masih memiliki gap di bisnis e-commerce, streaming dan fresh product.

Lainnya, Emtek Grup (PT Elang Mahkota Teknologi Tbk/EMTK) juga terus gencar berinvestasi di bisnis digital. Saat ini Grup Emtek menjadi pengendali di PT Bukalapak Tbk (BUKA), DANA di bisnis finansial, dan Vidio untuk bisnis streaming. Namun, masih ada gap di bisnis logistik, pengantaran makanan dan fresh produt.

Bertambah lagi mereka juga sudah punya rumah sakit PT Sarana Meditama Metropolitan Tbk (SAME), pengelola Omni Hospitals, dan PT Kedoya Adyaraya Tbk (RSGK), pengelola RS Grha Kedoya.

Sedangkan, Grup Djarum tercatat sudah memiliki Blibli, Blu untuk bank digital, Mola TV di bisnis streaming dan Ranch Market. Djarum masih memiliki gap di bisnis logistik dan food deivery.

Grab Group dari Singapura saat ini juga sudah memiliki OVO, Grab Express, dan Grab Food. Mereka masih memiliki gap di bisnis e-commerce, streaming dan fresh product.

Lainnya, Emtek Grup (PT Elang Mahkota Teknologi Tbk/EMTK) juga terus gencar berinvestasi di bisnis digital. Saat ini Grup Emtek menjadi pengendali di PT Bukalapak Tbk (BUKA), DANA di bisnis finansial, dan Vidio untuk bisnis streaming. Namun, masih ada gap di bisnis logistik, pengantaran makanan dan fresh produt.

Bertambah lagi mereka juga sudah punya rumah sakit PT Sarana Meditama Metropolitan Tbk (SAME), pengelola Omni Hospitals, dan PT Kedoya Adyaraya Tbk (RSGK), pengelola RS Grha Kedoya.

Sedangkan, Grup Djarum tercatat sudah memiliki Blibli, Blu untuk bank digital, Mola TV di bisnis streaming dan Ranch Market. Djarum masih memiliki gap di bisnis logistik dan food delivery.

Seperti diketahui, Grup Djarum, melalui perusahaan e-commerce miliknya, PT Global Digital Niaga atau lebih dikenal dengan Blibli.com, dalam proses untuk mengakuisisi 51% saham pengelola Ranch Market, PT Supra Boga Lestari Tbk(RANC). Hal ini guna melengkapi ekosistem bisnis Grup Djarum di bisnis fresh product.

CEO sekaligus Co-Founder Blibli Kusumo Martanto, kepada CNBC Indonesia mengatakan, rencana strategis ini sejalan dengan langkah perusahaan untuk menumbuhkan bisnis yang sudah solid dengan menjadi solusi bagi seluruh pemangku kepentingan yang ada di dalam ekosistem bisnisnya.

Syailendra menilai, perusahaan besar teknologi di dalam negeri masih memiliki posibilitas melakukan merger maupun akuisisi.

"Hal ini menjadi peluang bagi investor mengingat kinerja saham yang meningkat signifikan apabila akuisisi dilakukan terhadap perusahaan publik," tulis Syailendra, dikutip Senin (27/9/2021).

Secara terpisah, Direktur Panin Asset Management, Rudiyanto mengungkapkan, secara tren, ke depannya saham-saham berbasis new economy akan terus bertumbuh. Dia pun mengakui, saat ini saham Bukalapak termasuk dalam salah satu portofolio perseroan.

Dia menilai, pada saat ini, perbaikan laporan keuangan menuntut investor cukup realistis dengan mengalihkan investasi mereka saham-saham yang menjadi anggota indeks LQ45 yang sejak awal tahun ini masih terkoreksi. Untuk itu, emiten di sektor new economy harus membuktikan kinerjanya agar semakin menarik bagi investor.

"Untuk new economy, memang story of growthnya sangat menarik. Namun valuasi juga sudah terlalu tinggi, sehingga rentan akan aksi spekulasi. Akan ada beberapa pemain yang akhirnya bertahan, namun masih butuh waktu dan pembuktian," kata Rudiyanto kepada CNBC Indonesia, Kamis (23/9/2021.


CNBCIndonesia.com

Baca juga

Posting Komentar